Traktir Sarkozy


Memberikan atau membayarkan makanan dan minuman di rumah makan dan sebagainya untuk orang lain, kemudian disebut traktir, sudah membudaya. Nyaris semua orang suka ditraktir, bukan mentraktir! Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, nyaris mentraktir bawahannya, tapi kemudian tak membayar.  

Suatu hari di awal Oktober 2011, presiden yang resmi memimpin sejak Mei 2007 itu mengunjungi Villetelle, sebuah desa kecil di wilayah Creuse, Prancis. Di tempat itu pula Pemilu Presiden Prancis 2012 digelar. Barangkali Sarkozy ingin menarik simpati warga.

Ia memasuki kafe Bruno Durand. Lalu memesan enam gelas kopi untuk bawahannya. Harga untuk enam gelas kopi tersebut mencapai 6 euro atau sekira Rp73.695 (Rp12.282 per euro).

Seperti diberitakan Reuters, Sabtu (15/10/11), Sarkozy pun menikmati kopi tersebut sambil berbincang dengan rekan-rekannya. Ia bahkanmengatakan pada bawahannya: tidak ada yang lebih indah di dunia ini selain menikmati segelas kopi bersama teman-teman.“Tempat ini indah sekali. Kami ingin pindah ke tempat ini,” ucap Sarkozy.

Puas menenggak kopi, Sarkozy segera meninggalkan kafe.Dan hingga tiga hari kemudian, tagihan kopi itu tidak dibayarnya.

“Hal ini menunjukan bahwa Sarkozy tidak bisa bertindak seperti layaknya seorang warga biasa. Dia ingin memenangkan Pemilu dan berpura-pura menjadi warga pada umumnya, tapi kini dirinya membuktikan hanya menikmati minum kopi bersama temannya di saat kamera mengarah kepadanya,” ketus seorang warga.

Sarkozy diduga ingin menang lagi pada Pemilu Presiden Prancis 2012.Selama ini ia dikenal sosok yang lebih suka melakukan rapat di hotel mewah dibandingkan di sebuah bar atau kafe.

Barangkali karena ingin terlihat baik oleh warga, ia pun mencontek kebiasaan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang memang dikenal akrab dengan warga dan sering mentraktir staf kepresidenannya.

“Sarkozy Sarkozy.., membaca tentang perilakumu ini, saya teringat pada pemimpin-pemimpin Aceh dan Indonesia,” kata Je usai membaca berita itu. “Kamu lumayan sudah mengajak traktir, meski tak membayar, tapi pemimpin kami, jangankan mentraktir, sepertinya mengajak saja tidak,” sambungnya.

Ingat Sarkozy ingat Aceh yang akan menggelar Pilkada. Kiranya calon pemimpin provinsi juga kabupaten/kota, kini mulai “mentraktir” bawahannya atau orang-orang terdekat. Atau mereka juga akan “mentraktir” hati rakyat dengan segelas janji.

“Ah, muak membicarakan janji pemimpin, kembali ke Sarkozy,” kata Je pada Is. Kiranya tak hanya Sarkozy yang punya tabiat traktir licik itu. Kuat dugaan, orang Aceh juga ada yang begitu. Awalnya mengajak makan ke warung, tapi ujung-ujungnya malah diminta bayar masing-masing.

Orang bergaji, orang yang mengulang tanggal dan bulan lahirnya, ia akan direngek-rengek kawannya. “Kapan nih ditraktir, ya toh?” kata Je pada Is. ”Iya, Paa,” mesra.

Saat-saat seperti itu, tak punya jalan untuk mengelak dari traktir. Untuk menjaga hubungan, sekaligus menyisihkan sedikit harta buat orang lain, “marilah mentraktir di momen seperti itu.” Tapi tidak seperti dilakukan Sarkozy.

“Nah,” kata Je, “bagi orang yang suka mengajak kawannya makan, lalu ujung-ujungnya minta bayar masing-masing, kita sebutkan sifat seperti itu traktir Sarzkozy, yaitu cara licik seorang presiden Prancis dalam percobaan pendekatan dengan warganya. Setuju?”

Dengan senang, “Setuju, Paa,” sahut Is seraya mengimbuhi senyum imut pada sudut sebuah café di Banda Aceh, yang agak ramai oleh (sepertinya) calon-calon pemimpin seperti Sarkozy.[]

(CP HA 18/10/11)