Perkembangan pariwisata Sabang selama masih minim perhatian, sehingga banyak potensi yang ada belum tergarap maksimal. “Padahal Sabang adalah destinasi pariwisata andalan di Aceh. Buktinya kebanyakan program hanya diinisiasi dari Sabang,” katanya.
Salah satu contoh yang luput dari perhatian Pemprov yakni, lokasi parkir representatif di Iboih dan taman hijau Sabang Fair, serta pengelolaan potensi wisata lain seperti UKM souvenir.
Karenanya, melalui forum itu walikota meminta dukungan anggota Pansus yang datang untuk mengaspirasikan, termasuk meningkatkan pembangunan jalan protokol yang saat ini masih terkendala drainase dan pengaman jalan.
Sementara itu Ketua DPRK Sabang, Abdul Manan, mengatakan pada atjehpost.com hari itu, potensi untuk pengembangan suvenir sangat potensial. “Misalnya, mengalokasikan anggaran untuk pelatihan kerajinan suvenir,” katanya.
Ketua Pansus, Muhibussabri, mengaku akan menyampaikan aspirasi itu ke Provinsi sehingga dinas Pariwisata Aceh lebih maksimal membantu. “Untuk itu, intensitas komunikasi Sabang dan provinsi harus ditingkatkan agar ada program yang terintegrasi,” katanya. “Provinsi juga harus koordinasi jika membuat program di Sabang,” sambungnya.
Disela-sela pertemuan, Muhibussabri sempat menanyakan Kadis Pariwisata Kota Sabang soal alokasi anggaran yang telah diplotkan ke Sabang. Saat itu, Kadis Pariwisata Yusfa Hanum mengatakan alokasi anggaran dari provinsi ke Sabang sekitar Rp1 miliar lebih yang diperuntukkan. Kecil bukan?
Kecuali Taman Laut Iboih yang punya “surga bawah laut” sebagaimana Zulham nikmati, objek wisata lain di Sabang sepertinya benar-benar umpama putri cantik yang tak terurus. Tugu KM Nol yang kotor, sejumlah pantai seperti di Sumur Tiga dan Anoe Itam yang tak punya wahana bermain—hanya sebatas panorama, hingga penataan jalan raya yang membingungkan turis, karena dominannya satu arah, sehingga tak punya jalur dua untuk memotong. Tepatkah alasan Walikota Sabang: Pemerintah Aceh kurang peduli?
Butuh Keramahan
Dalam kunjungannya ke Sabang awal Desember, Zulham mendapati pelayanan sebagian pribumi yang kurang ramah, seperti di warung nasi, café, dan toko pakaian. Kiranya, keramah-tamahan atau disebut hospitality sangat dibutuhkan untuk meningkatkan minat turis lokal maupun asing.
Teuku Kemal Fasya dalam artikelnya “Never Visit to Banda Aceh” menulis, pariwisata sesungguhnya menjual hospitality, yaitu keramah-tamahan dan keterbukaan. Asal katanya adalah hospital, yang berarti tempat ramah dan nyaman bagi semua seorang.
Ia menyayangkan, di Indonesia kata itu diterjemahkan menjadi “rumah sakit” yang bermakna siapapun yang masuk ke sana insyaAllah bertambah sakit oleh bau karbol menyengat, muka judes perawat, dan belum lagi tagihan yang selangit. Kata antagonis hospitality adalah hostility yang berarti “permusuhan dan kebencian”. Sebuah daerah yang masih dalam taraf curiga, seharusnya tak perlu ambisi menjadikan tempatnya sebagai tujuan wisata.
Ia menyebutkan, pariwisata yang baik adalah kartu hijau menuju the city of hospitality, kota ramah nan nyaman. Turisme juga menjadi ajang pertemuan lintas kebudayaan (multicultural encounter), bermanfaat menambah pengetahuan bahwa ada banyak kebudayaan dan cara pikir lain di dunia ini yang bisa dipelajari, yang bisa kita dapatkan baik saat menjadi tuan rumah atau tamu.
“Hospitality inilah yang berhasil direbut oleh kota-kota seperti Kuala Lumpur, Singapore, Dubai, Mallorca, Mekkah, Vatikan, Manado, Venessia, Casablanca, Ankara, dll. Kota-kota itu sebagian terkenal sebagai kota yang religius. Mereka dapat mempromosikan religiusitasnya tanpa menyakiti hati tamu,” tulisnya di harian ini pada 10 Agustus 2011.
Ia mencontohkan pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) ketika mempersilahkan Ratu Elizabeth II masuk ke dalam Mesjid Agung Seikh Zayed, setelah sebelumnya menggunakan jilbab dan kaus kaki. Sikap yang bersahabat itu akhirnya menambah pengetahuan sang ratu Inggris itu tentang dunia Islam. Ia bisa melihat langsung kemegahan mesjid itu dan memerhatikan praktik mengaji yang sedang dilakukan remaja puteri.
Sabang punya potensi besar untuk dijadikan pariwisata bahari internasional, kata vokalis Slank, Kaka, pada atjehpost.com beberapa hari lalu ketika mengunjungi Pulau Weh. Sayang, kini Sabang seperti putri cantik yang tak terurus.[Habis]
(FOKUS HA 17/12/11)